Cerita Sukses Penyandang Disabilitas Bangun Peternakan Ayam Organik di Towuti Sulawesi Selatan

Tribun Faperta. Keterbatasan tak jadi penghalang untuk Sulaiman (37) membangun bisnis berkelanjutan yang memiliki dampak untuk masyarakat. Awalnya, ia mencoba membuat peternakan ayam kampung sederhana pada tahun 2019 di Desa Matompi, Kecamatan Towuti, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Bermodal kandang bambu dan sepetak lahan di belakang rumah, ia telaten menggeluti usaha tersebut. “Saya memang suka memelihara ayam, harapannya dengan usaha ini juga dapat membantu warga sekitar,” kata dia saat ditemui Kompas.com di Desa Matompi, Sabtu (17/12/2022).
Kemudian pada pertengahan tahun 2022 , ia mendapatkan bantuan sarana berupa kandang, day old chicken (DOC), dan pelatihan dari PT Vale Indonesia Tbk melalui Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) untuk membuat peternakan ayam kampung organik. Melalui bantuan ini, pria yang karib disapa Eman ini kemudian membentuk sebuah kelompok usaha yang terdiri dari 12 orang bernama Kelompok Pemuda Woliko. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4 orang merupakan penyandang disabilitas. “Kami dapat bantuan kandang, 500 DOC, dan pelatihan dari Vale Indonesia yang sekarang masih kami jalankan,” ujar Eman.

Ia menjabarkan, ada beberapa hal berbeda yang perlu dilakukan agar peternakan ayamnya dapat masuk kategori organik. Untuk pakan, ia menggunakan campuran konsentrat, dedak gabah, dan minyak khusus. Kalau sedang tidak musim panen padi, Eman akan menggunakan ampas tahu sebagai pengganti dedak gabah. Selain itu, ada juga cairan mikro organisme lokal (MOL) yang digunakan sebagai disinfektan alami yang terbuat dari daun bambu kering, air kelapa, dan nasi sisa. Disinfektan ini berguna untuk menghilangkan bakteri pembusuk di kandang.
Selain itu, untuk dapat disebut sebagai peternakan ayam organik, Eman tidak menggunakan vaksin untuk ayam. Gantinya, ia meracik sendiri jamu yang diberikan kepada ayam sebanyak 2 minggu sekali. “Jamu ini terbuat dari tanaman herbal seperti jahe, temulawak, dan kencur. Jamu ini juga bisa diminum oleh manusia,” ujar dia.

Dengan menggunakan sistem organik ini, Eman mengaku rasio pada DOC yang bisa mencapai dewasa jauh lebih besar. Bahkan, ia menyebut, jumlah rasio ayam yang mati hanya 2-3 persen. “Itu juga karena terjepit, salah penanganan, jadi bukan karena penyakit,” ujar dia. Dari segi usia, ayam kampung organik ini dapat dipanen pada usia 70 hari. Sementara, ia bilang, ayam kampung konvensional membutuhkan waktu hingga 5-6 bulan untuk dapat dipanen. Ayam kampung yang diternak dengan organik juga tidak banyak memunculkan bau seperti kandang ayam pada umumnya. Pun, setelah jadi daging, dari jeroan ayam kampung organik menguar bau rempah hasil jamu tadi. Sedikit catatan, harga untuk ayam hidup per kilonya dibanderol dengan harga Rp 65.000. Per bulan, peternakan ini bisa menjual hingga 300 ekor atau lebih tergantung permintaan. Dengan begitu omzet peternakan Eman per bulan sekurang-kurangnya bisa mencapai Rp 20 juta. Bendahara dari Kelompok Woliko Istiqamal menceritakan, semula kelompok usaha ini bermula dari teman-teman yang hobi nongkrong. Suatu ketika, Eman merangkul mereka untuk dapat lebih produktif. “Jadi kami ini ada yang teman, sepupu, teman nongkrong yang sekadar kumpul lalu membentuk Kelompok Pemuda Woliko,” ujar dia.

Istiqamal sendiri selain bertugas di bagian keuangan juga bertanggung jawab untuk mengolah pakan di peternakan ayam ini.Sedangkan, anggota Kelompok Woliko lainnya bernama M. Taufik bertugas untuk mengurus kotoran ayam dan diolah menjadi pupuk kompos. Nantinya, kompos olahan dari peternakan ini digunakan pada lahan tanaman sayuran yang ada di dekat kandang peternakan. Tak jauh dari rumah Eman, Kelompok Woliko ini juga mengelola sebuah lahan penanaman sayuran organik seperti selada dan kangkung. Biasanya, sayuran di sini dijual dengan harga sekitar Rp 5.000 untuk ukuran tertentu. Dengan metode akuaponik, lahan ini dapat disatukan dengan kolam nila di bawahnya. Dengan begitu, ada nilai tambah yang dapat dirasakan. Omzet dari lahan sayuran ini kurang lebih dapat mencapat Rp 1 juta per bulan. Sebagian hasil dari peternakan dan penanaman sayur organik ini dibeli oleh PT Vale Indonesia Tbk guna memenuhi kebutuhan pangan di area tambang mereka. Lebih lanjut, pendamping dari Yayasan Aliksa Organic Sri Konsultan Azam (39) menjelaskan, nantinya lahan sayuran organik ini akan diperluas dengan penanaman kangkung, kacang panjang, selada, sawi, dan terong ungu. “Itu semua jenis sayuran rekomendasi dari PT Vale Indonesia yang memang dibutuhan untuk konsumsi,” tandas dia.